Senin, 26 Februari 2018

Penyemangatku Yang Hilang

Setelah hari-hari yang sedih berlalu. Bulan-Bulan pahit memulihkan diriku. Aku menyadari satu hal; yang bukan untukku, sekeras apa pun kupaksakan, tetap saja tak akan menjadi milikku.
Yang kuperjuangkan sekuat usahaku, jika kau tak memperjuangkanku sepenuh hatimu, tetap saja kita akan berlalu.

Aku kembali mengingat hari lalu tentang kamu dan aku. Tentang hal-hal yang belum kita sepakati sebagai cinta. Aku pernah jatuh hati kepada seseorang dengan teramat dalam. Hingga aku membiarkan diriku tenggelam dalam hal yang pelan-pelan membunuhku. Orang yang akan aku cintai itu menusuk pelan-pelan jantungku. Ia berkhianat atas segala hal yang dengan sepenuh hati kuperjuangkan. Ia mencampakkan aku dan memilih orang lain melarikan dirinya. Ia terbang ke lembah terjauh. Menghilang setelah semua perasaan sayangku sekarat, sebab ia bunuh. Katanya, orang setia itu kalah dengan orang yang selalu ada. Waktu itu yang aku tahu hanyalah jatuh cinta bisa membuatku semerana itu.

Setelah kejadian itu aku memilih sendiri. Tak ingin jatuh lagi. Entah kenapa, aku merasa takut memercayakan hatiku kepada orang baru. Perasaan yang dulu kutinggikan bisa dengan mudah disia-siakan. Semua kesakit hatian itu membuatku merasa perlu sendiri untuk waktu yang tidak tentu. Dia yang awalnya kupikir penyembuh dan penyemangatku keluar dari masalaluku yang kelam ternyata akhirnya cuman sebuah kebohongan yang aku dapatkan.

Sejak mengalami hal-hal itu, aku mulai tidak ingin jatuh hati lagi. Aku pikir untuk apa menjalani semua itu dengan bermodalkan sikap setia, jika saat aku mencari bahagia yang kutemukan hanyalah luka. Bukankah seharusnya jatuh hati adalah cara untuk menemukan kebahagiaan diri? Namun, yang aku dapatkan hanyalah rasa disakiti.

Biar kudekap segala keresahanku. Biar kutenangkan segala perasaan yang menggebu. Kamu tetaplah terus bahagia. Tak pernah ke mana-mana. Jika kelak, kau merasa lelah berlari. Pulanglah pada tubuhku yang tabah mencintaimu. Ceritakan kepadaku segala sedihmu. Kita akan tetap bersama, sampai nanti, sampai kita tak mampu lagi menghitung hari. Meski kemungkinan yang tidak pernah kubayangkan, kau hanya mendekap menjadi bagian hati (tidak beserta raga) sebagai orang yang kucintai

Hidup terlalu pendek untuk dihabiskan dengan kesedihan berkepanjangan. Aku belajar menerima diri; bahwa aku memang bukan orang yang kau inginkan. Kelak, suatu hari nanti kau juga harus belajar menyadari. Bahwa kau telah melupakanku dan menjadikanku orang yang tidak penting lagi dihidupmu.

Tidak semua orang benar-benar berani melepaskan meski sudah di bunuh paksa hatinya.

BERUSAHA MELAWAN KEPENATAN DALAM PENANTIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar